Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat diketahui bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Hal itu paparkan oleh Muhammad Hafidh, SH, M.Kn (Notaris — PPAT) dalam Kuliah Umum “Notaris dan Perbankan Syariah” yang berlangsung di Conference Hall Universitas Narotama, Sabtu (31/5). Kulliah umum tersebut diselenggarakan program studi Magister Kenotariatan Universitas Narotama.
Muhammad Hafidh mengatakan, prinsip syariah dalam hal ini merupakan hukum Islam dalam kegiatan pernbankan yang berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Salah satu prinsip hukum Islam yang sangat berkaitan dengan hal tersebut adalah mengenai bunga bank. Sebagaimana diketahui bahwa pada sistem perbankan konvensional dikenal adanya istilah bunga atau interest.
“Sementara dalam agama Islam, bunga bank tersebut dapat dikategorikan sebagai riba yang merupakan suatu hal yang dilarang,” kata Muhammad Hafidh.
Terkait peran dari Notaris dalam perbankan syariah, lanjut Muhammad Hafidh, maka Notaris berwenang membuat akad dalam produk perbankan syariah yang dilakukan oleh nasabah dan pihak bank syariah. Dalam membuat akad tersebut, maka Notaris tidak hanya mengacu pada ketentuan dalam syarat syahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, namun juga dapat memberikan keadilan bagi nasabah. Salah satu akad perbankan syariah yang dibuat oleh Notaris adalah akad murabahah. [ger]
Foto: Kuliah Umum “Notaris dan Perbankan Syariah” yang berlangsung di Conference Hall Universitas Narotama, Sabtu (31/5).